Terancam digilas Wal-Mart membuatnya mengambil jalan berbeda: inovasi. Kini, pertumbuhannya bahkan melebihi pesaingnya itu. Sang CEO berperan besar di balik kegemilangan ini.
Pada edisi 18 Oktober 2004, Majalah Fortune menulis kalimat provokatif. “If Wal-Mart did not exist, you can be dead sure that business school first-years would be forced to study the Target phenomenon.” Ya, kalau saja Wal-Mart tidak hadir, akan banyak tulisan dari kalangan sekolah bisnis yang mengupas Target Store (kelak menjadi Target Corporation), ritel dept. store yang kinerjanya terus meroket.Empat tahun kemudian, tepatnya pada edisi 18 Maret 2008, majalah bisnis terkemuka itu kembali menuliskan perkembangan terbaru seputar Target. Dan faktanya memang fenomenal. Pada 2007, pendapatannya mencapai US$ 63 miliar, hampir dua kali lipat raihan PepsiCo (US$ 39 miliar). Selama satu dekade terakhir, pendapatan ritel ini meningkat 12% setiap tahun. Hal fenomenal lainnya, sejak 1994, margin operasional Target melonjak dari 5,4% ke 8,6%. Bandingkan dengan pesaing besarnya, Wal-Mart. Margin operasionalnya turun dari 8,1% menjadi 7,3%. Tingkat pengembalian saham Target mencapai 795% sementara Wal-Mart hanya 284%.
Dan hebatnya, fenomena ini tampaknya akan berlanjut. Target yang menduduki peringkat 33 Fortune 500 tahun 2007 -- posisinya di atas Microsoft, Pfizer, PepsiCo dan Cisco Systems -- terus menampilkan kinerja gemilang. Awal Mei lalu, CEO Target yang baru, Gregg Steinhafel, mengungkap penjualan di kuartal I/2008 naik 5% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, menjadi US$ 14,3 miliar. Itulah perolehan dari 1.613 gerai yang beroperasi.
Robert Ulrich diyakini menjadi sosok yang berperan penting dalam mentransformasi Target, menjadikannya salah satu perusahaan yang dikagumi sekaligus ditiru. Siapa Ulrich?
Lelaki ini masuk Target tahun 1967 sebagai merchandising trainee selepas lulus University of Minnesota. Dia bergabung ketika perusahaan menginjak usia ke-5 -- toko pertama Target berdiri pada 1962 di daerah pedesaan Roseville, Minneapolis, sebagai anak usaha Dayton Hudson. Merangkak dari dasar, karier Ulrich terus melejit. Puncaknya pada 1984 ketika diangkat menjadi Presiden Target di usia 41 tahun. Setelah itu, dia melakukan beragam gebrakan untuk mengatrol kinerja perusahaan di tengah merajalelanya Wal-Mart.
Ulrich adalah sosok yang low profile. Jarang ada yang mengenalnya dengan intim. Bahkan, karyawannya banyak yang tak mengenali lelaki yang kerap mengunjungi toko-toko Target. Bob Thacker, mantan eksekutif pemasaran Target, menjuluki Ulrich sebagai "silent Sam Walton". Maksudnya, mirip Sam Walton sang pendiri Wal-Mart, tapi dalam versi pendiam. Kata Thacker, "Robert tak punya public persona." Namun, sebagai pemimpin, ceritanya lain. Dia dikenal tegas. Jika seorang karyawan melakukan kesalahan, dia tak menoleransinya. Dia pun tak menyukai kekalahan. "Dia adalah individu paling kompetitif yang pernah saya jumpai," ungkap George Jones, CEO dan Presiden Borders Books, yang pernah menjadi eksekutif Target pada 1980-an.
Hasrat tak mau kalah ini sungguh sangat berguna buat perkembangan perusahaan yang dipimpinnya. Di awal 1980-an, pertempuran antara Wal-Mart dan Target memanas, dan cenderung menjadi perang terbuka. Saat itu, Sam Walton berekspansi ke wilayah-wilayah yang dikuasai Target. Dengan rakusnya, dia merangsek dan memakan pangsa pasar Target, lewat tawarannya yang terkenal: low prices everyday.
Tak ingin dikubur Walton, Ulrich melakukan serangkaian pembenahan. Salah satunya, menggabungkan gerai Target di Albuquerque and Knoxville, Tennesse. Tujuannya: menekan biaya. Malang, dengan cepat, dia melihat strategi ini tak bisa berjalan.”Kami menyadari tak bisa menggabungkan seluruh toko,” kata George Jones.
Cara yang ditempuh untuk melawan Wal-Mart, yakni efisiensi, sesungguhnya bukan hanya dilakukan Target. Akan tetapi, tak ada yang sanggup melawan strategi low price everyday. Perang harga membuat sejumlah ritel di AS kini tinggal sejarah, ditelan kehebatan Sam Walton. Sejumlah nama yang sempat ngetop, seperti Woolco, Ames, Bradlees, Caldor dan E.J. Korvette telah lama gulung tikar.
Ulrich tak ingin Target mengalami hal yang sama. Di tengah gempuran, dia melihat celah untuk berkelit. Wal-Mart menjadi raja ritel dengan otot logistik yang kuat, yang bisa memaksa para vendor dan pemasok memberikan harga yang rendah, maka untuk melawannya harus bermain di area yang lain. Solusinya: harus bisa menciptakan store experience serta menyajikan produk yang menarik dan unik. “Strategi Wal-Mart lebih sederhana dari kami. Mereka cuma berkutat di harga dengan kuantitas yang banyak. Kami berbeda, bertumpu pada inovasi, desain dan kualitas,” Ulrich memaparkan.
Konkretnya, dia memulai apa yang disebut trend department, membawa ahli fashion dari Dayton Hudson, dan mulai bereksperimen untuk lini produk T-shirts dengan menghasilkan produk pakaian yang cerah. Namun, gebrakan yang kelak menentukan langkah perusahaan adalah membuat “kabinet kreatif”. Tim ini terdiri dari selusin orang yang datang dari beragam usia, minat dan kebangsaan. Anggota tim ini dirotasi, yang seleksinya ditentukan oleh Michael Francis (46 tahun), Direktur Pemasaran.
Dibayar khusus, tugas anggota kabinet adalah membahas inovasi dan aspek-aspek strategis. Uniknya, tim elite ini tidak selalu bertemu satu sama lain. Mereka bekerja secara independen. Francislah yang bertugas mengintegrasikan pemikiran mereka yang kemudian dikembangkan di gerai-gerai Target. Francis juga yang harus memastikan tak ada rencana strategi jatuh ke tangan pesaing. Beruntung, sejauh ini dia dikelilingi anggota kabinet yang sangat loyal -- kebanyakan karyawan juga tak pernah kerja di perusahaan lain.
Di samping kelompok internal yang bertugas memikirkan strategi pemasaran dan inovasi -- salah satu karya tim ini adalah moto Target yang digunakan hingga sekarang: Expect more, pay less -- Ulrich juga merancang tumbuhnya budaya inovasi seluruh karyawan. Dia meminta setiap orang dalam perusahaan “to find the next new thing”. Sebagai komandannya, Francis memimpin kontes inovasi tiga bulanan, Big Idea. "Setiap team leader melempar 2-3 ide, apakah itu konsep untuk kemasan makanan, atau hal lain. Kami tantang seluruh anggota organisasi. Dan hasilnya, beberapa ide yang bagus justru bukan datang dari bagian inti (pemasaran dan pengembangan produk). Kadang ada storyboards iklan dari orang keuangan,” kata Francis. Jadinya, "Setiap orang selalu berusaha mencari dan menciptakan tren-tren baru.”
Inovasi dari internal ini oleh Ulrich kemudian dihubungkan dengan lingkungan eksternal. Untuk mendorong lahirnya para desainer produk, Target berpartisipasi dalam proyek pendidikan desain yang disponsori Council of Fashion Designers of America. Dari sini, kadang Target mengundang desainer untuk berkolaborasi. Salah seorang di antaranya adalah Jessie Randall, finalis desain tas dan sepatu di ajang Swarovski Award for Accessory Design 2005. Sally Mueller, eksekutif Target, mengundang wanita ini untuk bekerja sama. Jessie dipersilakan mewujudkan rancangannya untuk kemudian dijual di gerai-gerai Target. Francis sendiri tak ragu membetot para desainer masuk kabinet kreatif untuk menghasilkan produk-produk yang menarik seperti teko warna-warni.
Memancing inovasi dari dalam dan dari luar inilah yang menjadi kunci melesatnya Target dari potensi jebakan perang harga dengan Wal-Mart. Ribuan lini produk yang ditampilkan di gerai adalah paduan dari kolaborasi ide karyawan mitra dari luar. Produk yang unik dengan harga terjangkau. Salah satu kolaborasi dengan mitra luar yang terkenal adalah kesuksesan melambungkan Method, sabun ramah lingkungan karya perusahaan skala menengah. Sabun ini bisa bersaing dengan produk-produk keluaran pabrikan besar seperti Palmolive. Di luar produk apparel dan kesehatan, Target juga mencetak private label untuk produk makanannya yang disenangi warga AS, Archer Farms.
Bekerja all-out akhirnya membawa hasil yang memuaskan. Pada 2002, pertumbuhan Target sudah menyalip Wal-Mart yang stagnan. Memang, secara revenue, belumlah apa-apa dibanding sang raksasa. Pendapatan di tahun 2002 yang mencapai US$ 43,9 miliar adalah nilai penjualan yang dikantongi Sam Walton pada 1992. Jadi, seperti dicetuskan Vice Chairman Target, Gerald Storch, “Kami ketinggalan 10 tahun.” Namun, yang membedakan adalah Target terus tumbuh 12% setiap tahun.
Di luar peran tim kreatif dan budaya inovatif, kepemimpinan Ulrich diyakini menjadi landasan kesuksesan Target. Dialah yang mendorong organisasinya untuk berani mengambil strategi berbeda: menjadi perusahaan yang menampilkan produk trendi yang berkualitas, tanpa terjebak tawaran diskon harga, dan didukung strategi pemasaran yang kuat. Sebagai informasi, Francis menyertakan 150 manajer pemasarannya, bekerja sama dengan pengacara perusahaan, penanggung jawab public relations, bahkan bagian pengembangan SDM untuk membicarakan strategi pemasaran buat setiap item produk.
Untuk urusan pemasaran, Target memang tidak main-main. Salah satu sisi pemasaran yang digunakan Ulrich untuk mendongkrak bisnisnya adalah bermain total di promosi. Selama satu dekade terakhir, dia bahkan habis-habisan membangun brand. Sedikitnya, US$ 1,2 miliar dikucurkannya untuk iklan selama tahun 2007. Hasilnya tak mengecewakan. Sebuah survei yang baru saja digelar menunjukkan, 97% warga AS mengenal Target dengan baik. Logonya, Bullseye, juga sangat ngetop -- bahkan anjing terrier ini menjadi salah satu dari hanya dua binatang yang ada di museum lilin Madame Tussaud (satunya lagi: Lassie).
Yang menarik, di tengah pertempuran yang sebetulnya masih berlangsung, Ulrich yang menginjak usia 65 tahun akhirnya harus pensiun di awal Mei 2008. Penggantinya adalah Gregg Steinhafel. Uniknya, Steinhafel juga pendiam. Lelaki 53 tahun ini menjabat Presiden dan CEO Target sejak 1 Mei 2008.
Steinhafel bergabung dengan Target sejak 1979. Dia menjadi Presiden Target pada 1999. Tumbuh di Milwaukee, kehidupan ritel tak pernah jauh dari lelaki perlente ini. Sebab, keluarganya adalah pemilik jaringan toko Steinhafel Furniture. Sebelum duduk menggantikan Ulrich, lulusan MBA dari Kellog ini mengurusi banyak hal di Target, dari lini produk boneka hingga peralatan kantor.
Bagi kalangan analis dan investor, transisi dari Ulrich ke Steinhafel dipandang sangat krusial. Lengsernya Ulrich dianggap seperti mundurnya Sam Walton di tahun 1988, atau Jack Welch di tahun 2001. Mereka khawatir Steinhafel tak bisa segemilang Ulrich.
Kecemasan ini memang wajar. Namun, Anne Mulcahy, CEO Xerox yang juga anggota dewan komisaris Target, menepisnya. Selain tinggal melanjutkan kesuksesan yang telah dibangun Ulrich, “Salah satu hal mengapa mengangkat Gregg adalah kemampuannya berkolaborasi. Ambisinya adalah untuk perusahaan, bukan dirinya,” katanya. Ya, faktor kolaborasi ini penting karena dari inovasi internal-eksternallah Target bisa berkilau seperti sekarang.
Riset: S. Sumariyati, www.swa.co.id
1 comments:
buy bactrim buy bactrim without a prescription overnight buy bactrim es online without prescription buy bactrim without prescription buy bactrim online buy bactrim f
[url=http://bactrim.eventbrite.com/]buy bactrim es online without prescription [/url]
buy bactrim without prescription
glucophage medicine metformin glucophage for weight loss glucophage and pregnancy glucophage xr glucophage xl glucophage online pharmacy glucophage assisted hip growth
[url=http://takeglucophage.eventbrite.com/]glucophage side effect [/url]
glucophage odor cause
proscar vs adovart proscar for hair loss proscar hair canine prescribe proscar cheap proscar online average cost of proscar teva proscar
[url=http://proscar.eventbrite.com/]proscar and propecia [/url]
proscar finasteride
new drug levitra canada in levitra apcalis levitra viagra levitra website buy cheap levitra online levitra young people impotency
[url=http://virb.com/yalevi]buy levitra online [/url]
male impotence
generic zithromax 500mg online zithromax z pak cheap zithromax zithromax liquid buy azithromycin zithromax zithromax price zithromax 200 mg
[url=http://virb.com/bono]z pak for strep throat [/url]
zithromax monodose
-------------------------------------------------------------------
[url=http://fotak.ru/stats.php?r=kutamaya-info.blogspot.com]my blog[/url]
blog my
Posting Komentar